Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung mencatat suhu minimum Selasa, 27 Juli 2021, mencapai 15,6 derajat Celcius. Selama tiga hari terakhir suhu udara di Bandung terukur menurun sekitar satu derajat Celcius.
“Suhu dingin yang dirasakan beberapa hari terakhir ini merupakan fenomena yang normal dirasakan pada musim kemarau di wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur,” kata Teguh Rahayu, Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung, yang dihubungi Selasa, 27 Juli 2021.
Dia mengatakan suhu 15,6 derajat Celcius itu merupakan yang terendah di Bandung sepanjang 2021 sampai sekarang ini. Pada 25 Juli suhu terendahnya 17 derajat Celcius, 26 Juli sebesar 16,2 derajat, kemudian 27 Juli hari ini mencapai 15,6 derajat Celcius.
Sebagian warga Bandung di media sosial melaporkan hawa udara pagi yang terasa menggigit. Terlebih mereka yang tinggal di daerah lebih tinggi seperti Lembang yang berada sekitar 1.300 meter dari permukaan laut.
Menurut Rahayu, suhu udara semakin turun berdasarkan ketinggian. “Kurang lebih berkurang (suhunya) 0,6 derajat Celcius per kenaikan 100 meter,” ujar Rahayu. Kondisi itu menurutnya membuat kawasan seperti Lembang masih terasa sejuk saat siang.
Berdasarkan riwayat suhu terdingin di Bandung dari catatan BMKG, angkanya pernah mencapai 11,2 derajat Celcius pada Agustus 1987. Sementara di Lembang, suhu terdinginnya hingga 9,8 derajat Celcius pada Juli 1991.
Suhu dingin yang terjadi saat ini, menurut BMKG, disebabkan monsun Australia sedang aktif. Sementara di Australia sekarang sedang mengalami musim dingin. Akibatnya angin monsun yang bertiup dari Australia ke Indonesia bersifat dingin dan kering.
Pada musim kemarau juga langit umumnya cerah dan jumlah awan sedikit sehingga energi matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi tidak diserap kembali oleh awan tapi langsung terlepas ke luar angkasa. Kondisi itu membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi.
Faktor lain yang dicatat BMKG yaitu gerak semu Matahari yang sekarang berada di belahan bumi utara. “Membuat wilayah Pulau Jawa yang terletak di selatan ekuator juga relatif mengalami kurangnya energi matahari,” kata Rahayu.